Mas Adi Sutrisno

 
GERAKAN MAHASISWA (GERMA)

Germa
Mahasiswa adalah salah satu yang fitaldan mempunyai peran yang penting dalam mengawal dan melakukan kerja‐kerja gerakn dalamsebyah perubahan tersebut menjadi suatu hal yang lumrah dalm garis sejaarah sebuah bangs.apa lagi dalam sejarah perubahan bangsa kita, indonesia. Dan mahasiswa bagian dari struktur sosialyang tida bisa dipisahkan ari masyarakat, maka kita tidak heran apabila orang menyebutnya sebagai agent of social control and agent of change.
Akan tetapi mampukah kita mengemban amanah tersebut dan merealisasaikan dalam kehidupan sosial ?
Pengertian germa
Gerakan mahasiswa terdiri dari dua kata yaitu gerakan dan mahasiswa. Gerakan berarti perubahan sedangkan mahasiswa sekelompok manusia yang menentut ilmu di perguruan tinggi.
Gerkan mahasiswa merupakan implementasi dari tanggungjawabdari mahasiswa. Tanggungjawab mahasiswa yang dipikul mahasiswa sangatlah berat, selain mempunyai tanggungjawab secara akademik mahasiswa juga mempunyai tanggungjawab sosial. Agar kita tidak hanya berdiri di atas menara gading dalam melihat realitas kebangsaan yang saat ini kita rasakan akan tetapi kita harus membaur dan menyatu dan menyatu dengan masyarakat dalam mentranformasikan problematika kebangsaan dan bersama‐sama elemen bangsa kita akan melakukan perubahan yang dicita‐citakan oleh seluruh rakyat indonesia.
Kesadaran akan peran dan tanggungjawab mahasiswa ditengah problematika kebangsaan merupakan suatu hal yang sangat penting. Karena bagaimanapun juga antara mahasiswa dan masyarakat merupakan satu elemen sosial yang tidak bisa dipisahka. Mahasiswa adalah masyrrakat terdidik yang harus bertanggungjawab atas realitas kebangsaan. Jiak selama ini mahasiswa hanya sadar akan akademiknya maka mahasiswa sudah tercabut dari akar rumputnya, yaitu masyarakat. Dan kesadarannya pun adalah kesedaran naif.

Sejarah germa
Sejarah Pergerakan Mahasiswa
Gerakan mahasiswa di Indonesia seolah sudah mengakar rumput dan menjadi potret heroikatas militansi perjuangan yang didasarkan kepada perbaikan, kebenaran, dan keadilan. Sejarahsingkat timbulnya gerakan mahasiswa di Indonesia adalah lebih disebabkan oleh mulai berdirinya sekolah tinggi‐sekolah tinggi bentukan belanda yang memperbolehkan –meski kebanyakan hanya untuk keturunan bangsawan saja- pribumi untuk mengenyamnya. Ditambahlagi, beasiswa‐beasiswa sekolah di luar negeri yang dialami oleh anak‐anak pribumi yang kelak menjadi angin segar bagi penaikan tingkat intelektualitas anak‐anak pribumi kala itu.
Entah diilhami oleh Gerakan Mahasiswa dari luar negeri atau pun gejala spontanitas atas atmosfir ketidak beresan di dalam negerinya, Gerakan Mahasiswa persiapan Indonesia ini mulaimenemukan format ideal atas pergerakannya. Dapat dijadikan contoh betapa kekuatan Gerakan Mahasiswa yang mampu memobilisasi massa dan memassifkan issu sehingga menjadi kekuatan menakutkan bagi dunia. Tengok saja bagaimana runtuhnya kekuasaan Perondi Argentina 1955, Perez Jimmenes di Venezuela 1958, Diem di Vietnam 1963, Ayub Khan diPakistan 1956, Revolusi Kebebasan Polandia 1956, Revolusi Hongaria 1956, Revolusi Spanyol1930, Pembebasan Cekoslovakia, Revolusidi Russia 1860–70an semakin menambah deret keperkasaan mahasiswa dan mengilhami para penerusnya untuk mempertahankan kekuatan pressure mahasiswa tersebut. Di Indonesia sendiri runtuhnya Soekarno dan tumbangnya rezim Soeharto adalah buah dari eksistensi keperkasaan mahasiswa.
Taktik politik etis –balas budi- Belanda pada masa ini dimaksudkan untuk mendapatkan golongan terpelajar dari pribumi yang diharapkan bisa menjadi abdi yang terdidik untuk kepentingan imperialis Belanda. Hingga tahun 1900an telah lahir generasi‐generasi terpelajar yang kelak melahirkan organisasi‐organisasi sosial. 1928 Gerakan Mahasiswa telah berkembang pesat . Pada konteks ini, fase Gerakan Mahasiswa memasuki semi rahasia melalui study clubs‐nya sebagai wahana pengorganisasian pergerakan. Sunarsih dan Ign Magendra K dalam “Gerak Bersama Rakyat” membahasakannya dengan penemuan jati diri mahasiswa melalui format study clubs berdiskusi dengan para pimpinan partai dan intelektual. Dapat disimpulkan, Gerakan Mahasiswa di masa ini masih melalui forum‐forum ilmiahnya. Pada masa pendudukan Jepang 1942, dilarang lah semua kegiatan yang berbau politik dan dibubarkan semua organisasi pelajar dan mahasiswa serta partai politik. Jelas kondisi ini sedikit membuat mahasiswa keteteran, namun justru kondisi ini semakin menguatkan militansi mahasiswa untuk terus berjuang di kancah perjuangan. Puncak dari fase ini adalah terhantarkannya Indonesia menuju pintu gerbang kemerdekaannya dengan selamat sentosa.
• Gerakan Mahasiswa Pasca Kemerdekaan hingga tragedi 65–66
Pasca Kemerdekaan, Gerakan Mahasiswa mulai membentuk wadah‐wadah permanen wahana perjuangan. Awal fase ini menunjukkan konsentrasi Gerakan Mahasiswa kepada pengelolaan hasil jerih payah mereka. Yaitu kemerdekaan Indonesia. Mahasiswa dihadapkan pada keadaan dilematis yang minim pengalaman dalam hal pengelolaan sebuah negara. Tahun 60an jumlah mahasiswa mengalami peningkatan tajam. Dan dalam tahun‐tahun ini kondisi mahasiswa semakin merujuk pada kondisi sulit. Awal 60an menjadi momentum awal mahasiswa untuk banting stir haluan pergerakan dengan dihadapkan pada dua kekuatan yang coba mengintervensi di ranah baru pemikiran mereka. Kedua kekuatan provokatif itu adalah LEKRA dengan hegemoni Romantisme Revolusionernya dan Universitas‐Universitas Amerika dengan
Manifesto Kebudayaannya. Pertengahan 60an, konflik internal di tubuh mahasiswa atas pro‐kontra revolusioner melahirkan wujud baru Gerakan Mahasiswa melaui kesatuan‐kesatuan aksi. Hal ini lebih disebabkan oleh kekecewaan atas Demokrasi Terpimpinnya Soekarno yang bertentangan langsung dengan paham Demokrasi Liberal yang mereka terima. Demokrasi Terpimpinnya Soekarno dirasa membelenggu Hak Asasinya, diperparah lagi dengan condongnya Soekarno kepada PKI. Saat itulah militer mencoba mengambil peluang di lokasi buntu ini. Dengan sedikit tekanannya kepada pemerintah, Supersemar menjadi legitimasi keabsahan kebrutalannya dengan menggandeng mesra mahasiswa sebagai partner kudetanya. Pecah G30S menandai berangsur kroposnya rezim Soekarno dalam Pemerintahan Indonesia. Sampai 70an, Gerakan Mahasiswa menjadi sahabat setia Orde baru kala itu.

• Era Gerakan Mahasiswa Versus Orde Baru
1. Gerakan Mahasiswa 1974 (Peristiwa Malari)
Masa ini menandai semakin matangnya konsep politik mahasiswa yang kemudian berubah haluan pada konsep “Moral Force”. Artinya, mahasiswa hanya akan menjadi aktor politik ketika situasi bangsa sedang kritis, lepas kekritisan back to campuss. Kritikan yang dilayangkan oleh mahasiswa hanya sebatas permasalahan. Jauh dari pengumpulan massa yang besar. Namun, konstelasi politik yang fluktuatif kemudian menggairahkan kembali kebangkitan angkatan baru Gerakan Mahasiswa Indonesia. Dinamisasi kampus terjadi lagi dengan timbulnya berbagai aksi protes di jalan‐jalan yang dilakukan oleh mahasiswa. Represif orde baru pun mulai menggeliat saat teriakan‐teriakan mahasiswa dirasa mulai memerahkan telinga. Terbukti dengan penangkapan aktivis pasca protes atas pembangunan TMII yang dirasa hanya sebuah bentuk pemborosan dana negara. 1973, lahirnya UU perkawinan menambah hangat suasana yang kemudian meretakkan keharmonisan antara Gerakan Mahasiswa dengan Orde baru. Peristiwa “Malari” atau lebih dikenal dengan Petaka L:ima belas januari menjadi klimaks awal bermusuhannya orde baru dengan suara‐suara moral mahasiswa. Unik pada peristiwa ini dan layak untuk diperhatikan oleh khalayak adalah pasca Malari Orde Baru meneruskannya dengan penangkapan para aktivis dan pembredelan pers mahasiswa. Ternyata pemerintah lebih takut terhadap propaganda tertulis daripada wcana dialogis yang dipentaskan mahasiswa di panggung sejarah. Pers mahasiswa menjadi bagian penting bagi Gerakan Mahasiswa.
2. Gerakan Mahasiswa 1978 hingga NKK/BKK
Momentum berikutnya yang memicu kebangkitan Gerakan Mahasiswa adalah Pemilu 1977 yang menyuarakan penolakan atas hasil pemilu yang memenangkan Golkar. Gerakan Mahasiswa kemudian disambut oleh SK Mendikbud no.037/U/1979 dan Instruksi nomor 1/U/1978 yang kemudian secaara beruntun keluar lagi SK Mendikbud no.0156/u/1978 dan dari dikti keluar Instruksi no.002/DK/Inst/1978 yang melegitimasi penormalan gerakan mahasiswa di kampus. Artinya, mulai saat itu berlakulah NKK/BKK serentak di seluruh kampus Indonesia. Setiap gerakan mahasiswa harus melalui kontrol kampus. Dan tidak ada kegiatan politik. Mahasiswa hanya diperbolehkan untuk mengadakan diskusi’akademik’ tentang subjek politik.
3. Gerakan Mahasiswa Pasca 78 hingga 98
Kesan mendalam terhadap suksesnya pemerintah dengan NKK/BKK melahirkan militerisasi di dalam kampus. Mahasiswa pengkhianat demokrasi pun menjadi antek militer yang dilatih untuk menjadi intel kampus dan setia mengawasi gerak gerik mahasiswa yang anti‐Pemerintah. Birokrat kampus tidak ubahnya seperti kambing congek yang menjadi hamba kekuasaan dan alat pemerintah dan mengabaikan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Namun kemandegan mahasiswa tidak berlangsung lama. Pagar yang membatasi kekritisan mahasiswa pun dipanjat oleh kreativitas golongan terdidik yang cerdik. Terbentuklah format baru dalam masa ini melalui Kelompok Studi yang dijadikan mahasiswa arena mengasah kemampuan kritis atas persoalan sosial politik dan alternatif atas kemandulan Ormawa kampus dalam penyaluran ide mengenai perubahan sosial. Gerakan Mahasiswa mengaplikasikan hasil diskusi tersebut dengan cara pengorganisasisan di basis masyarakat. Dekade 90-an Kelompok Studi mulai merambah kritisi atas peranan ABRI. Ditengah semakin kerasnya represif Pemerintah yang telah membelenggu mahasiswa, badai Krismon kemudian datang menerjang ditahun 1997. seluruh Asia Tenggara luluhlantak dan perekonomian Indonesia yang telah dirintis selama kurang lebih 30 tahun oleh Sang Bapak Pembangunan, Soeharto, runtuh dalam sekejap. Awal 98 krisis yang mulai merambah setiap kepala keluarga dan mendrastiskan orang menjadi miskin di negeri kaya ini menyebabkan Gerakan Mahasiswa kembali menemukan momentumnya. Geliat awalnya ditandai dengan tuntutan turunkan harga hingga reformasi dan turunkan Soeharto. Aksi turun ke jalan mulai laris lagi. Dan kali ini semakin menunjukkan kemajuan baik secara kualitatif, maupun kuantitatif. Bagaimana dengan tindakan represif? Lebih parah dari yang sebelum‐sebelumnya. Bahkan lebih dahsyat dari momentum 66, maupun 74. namun jiwa muda mahasiswa tidak pupus begitu saja. Darah rekan‐rekan mereka yang tumpah karena memperjuangkan kebenaran akhirnya
ditebus dengan lepasnya belenggu orde baru yang ditandai Reformasi di segala bidang.

periodesasi
Masa
Colonial
(1907–1925) Pelaku
gerakan Karakter gerakan gagasan konstek
Syarikat priyayi dan SDI-1907 Persatuan bumi putera Ide kemajuan Politik etis
Boedi utomo
1908 Pendidikan anak bangsa, kesadaran berorganisasi Ide kemajuan jawanisme Politik diskriminasi
Indische partj
1911 Persatuan melawan kolonialisme, kemandirian Nasionalisme hindia
Trikoro dharmo
1915 jong 1918 Kedaerahan Ide kemajuan nation java
Jong Sumatra bond 1919 Kedaerahan Idem
Jong ambon jong minahasa jong Celebes Kedaerhan Ide kemajuan Sumatra
Jong islamieten bond 1924 Keislaman Nasionalisme ernest renan sisalisme
Indiache vereneging 1916 perhimpunan indonesia Demi kemerdekaan pencarian legitimasi internasional Pasca PDI liberalisme eropa
(1925–1942) masa persatuan dan rintisan kemerdekaan Perhinpunan pelajar Indonesia (pppi) 1925 Demi kemerdekaan persatuan pemuda Indonesia Nasionalisme indonesia Pergolekan nasional melawan belanda
Kongres pemuda I Pembamhunan solidaritas Fungsi kekuatan indonesia
Kongres pemuda II 1928 Persatuan pemuda Sumpah pemuda
Bergabung dengan partai non kooperatif 1933 Demi kemerdekaanp nasionalisme
Penduduk jepang 1942–1945 Gerakan pemuda stagnan Kemerdekaan Nasionalisme Perang dunia II
Revolusi kemerdekaan 1945–1950 PMII Pro republic politik NKRI Usaha belanda menguasai kembali Indonesia
Orde lama 1950–1966 Dewan mahasiswa Intra kurikuler non poltik Pertumbuhan PT
Underbow porpol GMNI CGMI HMI

Tinjauan Singkat Kondisi Gerakan Mahasiswa Pasca Reformasi
Di negeri ini mahasiswa memiliki peran historis yang tidak dapat dianggap enteng. Tidak ada proses transformasi sosial yang tidak melibatkan mahasiswa didalamnya. Dalam konteksi inimaka selama kurun satu dekade ini reformasi 1998 menjadi puncak pembuktian peran mahasiswa dalam perubahan sosial yang ada di Indonesia. Ketika reformasi bergulir, Gerakan mahasiswa (dan gerakan sosial kemasayarakatan lainnya) menemukan Historical Block yang menjadi spirit bersama untuk menolak Orde Baru dan Militerisme yang dimanifestasikan dengan tuntutan menurunkan Jend. HM Soeharto dari posisi presiden. Historical Block ini untuk beberapa lama menjadi titik semu persamaan antara gerakan‐herakan kemahasiswaan yang memiliki banyak perbedaan baik dalam afiliasi ideologis maupun kepentingan. Dan terbuktipersatuan gerakan mahasiswa ini (dibantu rakyat Indonesia) telah berhasil menjatuhkan rezim fasis yang telah bercokol selama 32 tahun, sebuah capaian yang menurut logika akal sehat sangat sulit dipercaya. Mahasiswa sebagai salah satu unsur dalam masyarakat merupakan sebuah entitas yangmemiliki posisi yang terhormat ditengah‐tengah masyarakat. Tanpa mahasiswa apa yang akan terjadi dengan masa depan bangsa Indonesia. Mahasiswa merupakan gabungan dari dua buah kata; Maha dan Siswa. Maha artinya besar dan siswa artinya pembelajar. Dari dua buah kata itu, maka Mahasiswa adalah pembelajar yang memiliki fungsi lebih dari pada hanya belajartetapi lebih dari itu mahasiswa memiliki fungsi‐fungsi dalam masyarakat. Fungsi‐fungsi mahasiswa yang membedakannya dengan Siswa (pembelajar) adalah fungsi sosial politiknya. Fungsi‐fungsi sosial politik Mahasiswa ini diejawantahkan dalam bentuk sebuah pergerakan, yaitu pergerakan mahasiswa. Dua hal yang (seharusnya) membedakan mahasiswa dengan gerakan‐gerakan sosial politik yang lain adalah intelektualitasnya dan moralitasnya. Mahasiswa jelas seorang pembelajar yang juga seorang intelek. Dan jelas mahasiswa berlandaskan moralitas karena mahasiswa tidak memiliki kepentingan‐kepentingan politik pragmatis kecuali untuk kepentingan bangsa itu sendiri. Sejarah telah membuktikan kepada kita, seberapa besar peran mahasiswa berkontribusi untuk bangsa Indonesia. Pada tahun 1966, dimana Mahasiswa dengan gerakannya yang massif‐politis berhasil menumbangkan kekuasaan Presiden Soekarno. Juga pada tahun 1998 Mahasiswa beserta ormas‐ormas lainnya dapat berhasil menjatuhkan kekuasaan presiden Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun. Kedua keberhasilan mahasiswa dalam melakukan pergerakan didukung oleh dua hal, yaitu momentum yang tepat karena berbarengan dengan kondisi sosial‐politik yang berubah dan yang kedua karena mahasiswa memiliki musuh bersama yang tersimbolisasikan dalam sebuah rezim pemerintahan.Lantas bagaimana setelah sebuah rezim tumbang (simbolisasi musuh bersama tidak ada lagi),
dan bangsa berada pada era transisi (tidak ada momentum)? Apakah mahasiswa kembali lagi kekampus dan fous belajar (dalam artian kembali menjadi siswa) atau mahasiswa terus melakukan aksi‐aksi reaktif yang bahkan masyarakat pun sudah bosan melihatnya seakan‐akan apa yang dilakukan mahasiswa tidak memiliki relevansi dalam masyarakat. Tentu tidak ada dari dua pilihan itu yang menjadi pilihan kita.Gerakan mahasiswa pada kurun waktu sebelum tahun 1998 ( ORDE BARU ) cenderungmembawa isu‐isu sentral disekitar otoritarianisme penguasa. Gerakan lebih terfokus padagugatan‐gugatan peran politik pemerintah yang dinilai tidak demokratis atau kalau pun secarakonstitusionil pemerintahan kita menganut sistem demokasi, akan tetapi manifesto politiknyaseakan setengah hati atau sekedar basa‐basi. Dari kondisi pemerintahan yang tidak demokratistersebut maka munculah kebijakan‐kebijkan yang tidak memihak kepada rakyat. Dan inilahyang menjadi titik sentral gugatan mahasiswa pada kurun waktu tersebut. Atau dengan kata laingerakan mahasiswa tersebut lebih berorientasi pada usaha mendobrak infrastruktur demokrasi
yang belum bekerja secara obtimal. Dan daya dobrak gerakan mahasiswa pun akhirnyamencapai puncak ditandai dengan jatuhnya rezim Soeharto. Dan dari sinilah awal reformasi.Dampak positifnya adalah infrastruktur demokrasi sudah mulai tertata dengan baik. Cita‐citabersama sebagai Negara yang benar‐benar demokrasi yang sebenarnya tampaknya sudah didepan mata.Pasca reformasi 1998 gerakan mahasiswa mulai terlihat kehilangan orientasi. Transisidemokrasi yang mulai berjalan mulai membuat gerakan mahasiswa seolah sulit menempatkandiri. Pasca reformasi infrastruktur demokrasi sudah tertata dengan baik (meski dengan banyakcatatan) : Supremasi hukum diakui dalam konstitusi, Penghormatan pada Hak asasai manusia,otonomi daerah, Check and Balances lembaga negara yang mulai berjalan sebagaimanamestinya, adalah sebagian dari hasil yang diperoleh selama periode transisi ini. Gerakanmahasiswa yang masih terhanyut euphoria reformasi 1998 tampaknya tidak banyakmemperhatikan perubahan ini dan mangalamai kesulitan beradaptasi sehingga cenderungmempertahankan pola gerakan yang itu‐itu saja : aksi massa, mobilisasi masa, extra parliamentmovement- tanpa memperhatian efektifitas, goal yang dituju dan kejelian mempertimbangkansarana lain yang lebih efektif digunakan (mengingat banyaknya sarana demokrasi yang dapatdigunakan oleh masyarakat pasca reformasi ini).Menurut Amien Rais, Gerakan Mahasiswa kini “mati suri”, hal ini ditunjukkan dengan aksidemonstrasi untuk kepentingan rakyat yang tak banyak dilakukan. Kondisi ini ditambah dengankemunculan berbagai gerakan dari elemen non‐Gerakan Mahasiswa yang semakin marak.Sehingga, dominasi peranan non‐Gerakan Mahasiswa semakin membuat galau publik terhadapperanan Gerakan Mahasiswa . Jadi dewasa ini, peranan Gerakan Mahasiswa telah banyakdiambil alih oleh gerakan‐gerakan LSM sebagai lembaga yang menjadi wadah bagi gerakanmahasiswa hanya menjalankan fungsinya sebagai wadah aktualisasi serta aktualisasi manusiaserta menjadi pelayan mahasiswa an sich.Diantara berbagai persoalan tampaknya gejala fragmentasi gerakan mahasiswa‐lah yangpaling mengkhawatirkan. Titik semu persamaan yang sempat terbentuk antar gerakan saatmenggulirkan reformasi tampaknya kini tidak lagi (belum) terwujud. Gerakan mahasiswa yangpada dasarnya memiliki beragam warna -sebagai implikasi langsung dari kebebasan intelektualdan ideologis yang didapatkan dikampus- kini cenderung mempertahankan egoismenyamasing‐masing sehingga sulit melakukan konsolidasi antara gerakan dan mewujudkan koalisisebagaimana pernah terwujud pada reformasi 1998. Hal ini tentu akan sangat merugikanmengingat masih banyaknya permasalahan yang membutuhkan sentuhan gerakan mahasiswa(baca : persatuan gerakan mahasiswa). Bila kondisi ini terus dibiarkan bukan tidak mungkinbeberapa tahun kedepan kita membutuhkan “mikroskrop” untuk melihat gerakan mahasiswayang terus terfragmentasi ke dalam kelompok‐kelompok kecil.Secara umun, persoalan‐persoalan yang dialami oleh gerakan mahasiswa dapatdiklasifikasikan menjadi beberapa kategori berikut:Gerakan mahasiswa dewasa ini, menghadapi berbagai macam realitas yang menyebabkangerakan mahasiswa mati suri. realitas‐realitas yang dihadapi gerakan mahasiswa adalahdisorientasi dalam tujuan, fragmentasi internal, tidak jelasnya positioning gerakan mahasiswa,kurangnya sinergisitas antar kelompok pergerakan mahasiswa dan juga dengan gerakan sosiallainnya (baca: NGO), dan yang terakhir adalah pola dan strategi gerakan mahasiswa yangcenderung Old Fashioned dan tidak elegan dalam menyikapi masalah. Berikut rincianrealitas‐realitas tersebut.

1. Disorientasi Gerakan mahasiswa era reformasi (pasca 1998) berada pada stagnasi gerakan.Kelompok‐kelompok pergerakan mahasiswa sebelumnya (sebelum 1998) memiliki tujuan(orientasi) yang sama yakni perubahan (reformasi) dan penurunan rezim militeristik Soeharto.Kedua kesadaran ini menjadikan gerakan mahasiswa sebuah historical bloc yang bersatu untukmelawan (counter‐hegemony) penguasa pada waktu itu. Tetapi amat disayangkan historicalbloc yang terbentuk hanya menjadi temporary historical bloc dan tidak menjadi New HistoricalBloc.Alasan mengapa historical bloc ini tidak bertahan lama adalah karena pasca 1998 historicalbloc ini tidak memiliki sebuah titik persamaan seperti pada waktu 1998. Gerakan mahasiswamengalami disorientasi tentang apa tujuan dari gerakan mahasiswa.Pasca 1998 gerakan‐gerakan mahasiswa mulai kehilangan orientasi. Transisi demokrasi yangmulai berjalan membuat gerakan mahasiswa sulit menempatkan diri. Pasca reformasiinfrastruktur demokrasi sudah tertata dengan baik (meski dengan berbagai catatan). Sepertiyang kita lihat, supremasi hukum diakui dalam konstitusi, penghormatan pada hak asasimanusia mulai dihargai, adanya desentralisasi dan otonomi daerah, Checks and balanceslembaga Negara yang mulai berjalan sebagaimana mestinya. Semua itu sudah dapat dirasakandalam era transisi dewasa ini. Lalu apa yang akan diperjuangkan kembali oleh gerakanmahasiswa bila isu‐isu demokrasi pada era transisi sudah diraih?

2. Fragmentasi
Tak dapat disangkal lagi, Ideologi selalu terkait dengan mahasiswa. mahasiswa sebagaiintelektual‐intelektual kampus pastilah bersinggungan dengan bermacam‐macam paradigmadan ideology‐ideologi tertentu dan merupakan sebuah keharusan bagi itelektual kampus untukmempelajari berbagai macam teori dan paradigma serta ideologi. Tetapi pada saat ideologyyang berada pada ranah teori berada pada ranah praksis maka muncul berbagai macammasalah.Penerapan ideology pada ranah praksis tanpa disertai penyikapan yang kritis akan membuatmahasiswa jatuh kepada kubangan egoisme dan arogansi intelektual yang merasa kelompokideologisnya yang paling benar. Sehingga setiap kelompok mencurigai kelompok lainnya. Inilahyang sekarang terjadi pada gerakan mahasiswa. penerapan ideology tanpa disertaipenyikapan yang kritis, pada akhirnya menjadikan mahasiswa susah melakukan konsolidasi internal.Bila dulu (sebelum reformasi) common interest gerakan mahasiswa adalah reformasi, makasetalah era reformasi mahasiswa dengan ideologinya masing‐masing mendefenisikan reformasimenurut mereka sendiri‐sendiri. Tidak adanya platform tunggal yang dapat menjadi titik temuberbagai macam gerakan‐gerakan mahasiswa turut menjadikan gerakan mahasiswaterfragmentasi menjadi kelompok‐kelompok kecil.

3. Positioning
Seiring reformasi, terjadi penguatan lembaga‐lembaga non‐pemerintah yang non‐mahasiswayang dahulu dibatasi. Hal ini menjadi sebuah peluang, namun sekaligus menjadi sebuahtantangan bagi gerakan mahasiswa yang tidak memiliki platform yang jelas sehinggapositioning‐nya pun tidak jelas. Hal ini mengakibatkan gerakan mahasiswa seakan “tertinggal”dari gerakan yang lain.

4. Sinergisitas
Karena gerakan sosial bukanlah sebuah gerakan elitis maka gerakan sosial yang ada baikgerakan‐gerakan mahasiswa maupun gerakan‐gerakan non‐mahasiswa perlu melakukansebuah sinergisitas dalam pergerakannya. Selama ini gerakan mahasiswa terkesan bergeraksendiri‐sendiri tanpa ada keserasian dalam pergerakan. Apa yang diperjuangkan oleh sebuahgerakan mahasiswa sepertinya tidak sinergi dengan gerakan mahasiswa lainnya. Gerakanmahasiswa tak hanya ada di Jakarta maupun di Jawa, gerakan mahasiswa ada diseluruhwilayah Indonesia. Dengan modal ini, mahasiswa seharusnya menjadi sebuah gerakan yangefektif mencapai tujuan. Bila arogansi ideologis menyebabkan fragmentasi dalam tubuhgerakan mahasiswa. maka penyebab dari tidak sinergisnya gerakan mahasiswa adalaharogansi almamater.Juga gerakan mahasiswa dengan gerakan non‐mahasiswa selama ini terdapat kesan inginsaling mendominasi gerakan sosial di masyarakat seperti klaim dari gerakan mahasiswa bahwamerekalah yang paling berperan sebagai agent of sosial change .

5. Pola dan strategi
Selama ini gerakan mahasiswa terjabak dalam citraan‐citraan yang sudah tertanam dalambenak mahasiswa sendiri. Mahasiswa selalu dicitrakan sebagai individu‐individu yang idealis.Mahasiswa juga disebut‐sebut sebagai penyambung lidah rakyat, mahasiswa yang lebih baikhidup terasingkan dalam ruang kelas yang sempit dari pada menyerah pada kemunafikan.Gerakan mahasiswa selalu mewakili citraan‐citraan diatas dengan cara‐cara yang terkesanheroic dan bersemangat.Pola yang diambil gerakan mahasiswa pun cenderung frontal dan menafikan pola‐pola yanglebih elegan. Ada kesan dalam mahasiswa bahwa bila tidak melakukan aksi turun ke jalan,demonstrasi, dan mimbar bebas, maka suara mereka tidak akan didengar oleh pemerintah.Pola extra parliamentary menjadi pilihan yang paling disukai oleh mahasiswa.Mahasiswa perlu menyusun kembali landasan bagi pergerakannya. Gerakan mahasiswajangan hanya menjadi suatu nuansa yang simbolik, tetapi harus bisa menjadi suatu gerakanyang bermanfaat bagi tiga unsur, yaitu :

1. Gerakan mahasiswa bermanfaat bagi bangsa dan negara
2. Gerakan mahasiswa bermanfat bagi masyarakat
3 Gerakan mahasiswa bermanfaat bagi dirinya




Leave a Reply.